Sabtu, 15 November 2014

Payah dan Menjadi Pecundang

selamat malam, 
setelah 2 minggu yang lalu saya pulang kampung karena ayah saya sakit cukup lama dan saya harus menemani beliau dan memastikan beliau sembuh. hemm setelah dua minggu otak tidak diajak bekerja rasanya seperti pecundang. banyak ketinggalan yang saya lalui. saya harus naik jet super untuk menjemput ketinggalan. adakalanya kita harus merelakan sesuatu yang ketinggalan itu. merelakan orang lain menjadi pemenang. padahal saya adalah orang yang cukup ambisius untuk mewujudkan janji-janji saya kepada orang tua. menjadi penulis!!!!!

beberapa bulan yang lalu saya berhenti dari tempat kerja saya sebagai salah seorang dosen di universitas negri. dan mungkin tahun depan saya pengennya sih dapat pekerjaan di Jogjakarta sebagai dosen honorer tidak apa-apa asalkan saya disini bisa mengejar ketertinggalan saya. ibarat tertidur disebuah goa, bangun tidur tiba-tiba sudah tahun 2014 dan saya masih menggunakan pakaian era 1990-an betapa jauhnya loncatan waktu, dan begitu cepatnya. tujuan saya adalah tetap stay di sini paling tidak saya ambil kursus singkat IELTS dan semoga saja dapat scholarship di luar negri untuk S3. betapa muluk-muluknya mimpi-mipi saya. padahal sehari-harinya tak lain menjadi orang biasa-biasa saja. dimulai bangun pagi dan ibadah. tapi tekat saya sudah bolat. seperti saya memilih memutuskan untuk S2 berarti tidak boleh terputuslah mata rantai dari jenjang pendidikan saya ini.

24-an Adalah Kutukan Bagi si Lajang
 umur memang masih 24 tapi kata orang-orang ini hampir menjadi perawan tua. tapi saya sudah berusaha, kok. mau bagaimana lagi. takdir mengatakan seperti ini. selagi orang-orang seumuran saya sedang menikmati kebahagiaan mereka bersama suami dan anak-anak mereka, mungkin ada baiknya seperti ini saya harus bekerja keras mewujudkan cita-cita seraya menjadi orang yang bermanfaat dalam keilmuan saya. ah mungkin ini adalah pekerjaan yang biasa saja, 

Move On

Minggu, 09 November 2014

Hujan Minggu Malam di Bulan November (Cepen)


9 November 2014
hujan turun pada minggu malam di bulan november. aku masih di luar, disebuah tempat makan,  menyempatkan waktu untuk mengisi perut pada pukul 7 dan tak taumya hujan muncul dengan deras, sekalian sajaberteduh sebentar . nunggu hujan reda..... hemmm... hujan selalu membawaku pada orang-orang di masa lalu, kemudian menyadari pada sekarang ini, aku sedang sendirian menunggu hujan reda. mungkin hujan tak akan secepat siut angin, hujan juga tak akan bim salabim lalu berhenti. hujan selalu meninggalkan rintik sebelum reda, hujan juga meninggalkan tetesan air di atas atap-atap rumah, di atas dedaunan, lalu menyerap kedalam tanah. hujan juga membasahi baju sang gadis. iya, pasti dia kedinginan. kulihat kekasihnya melepas jaketnya lalu memakaikannya kepada sang gadis yang kedinginan. hemm... adegan romantis disaat hujan.
 Anggap saja hari ini adalah hari keberuntungan bagiku, seharian ini aku sedang malas mandi. kemudian lamunanku masih berjalan-jalan, menaiki atap, kemudian terbang bersama partikel-partikel hujan. oya, tau tidak?! aku sedang mendengarkan musik, bukan musik romatis seperti hujan di bulan ini. ini musik yang nge beat. aku sebenarnya sedang mewanti-wanti diriku sendiri untuk tidak menjadi bagian dari rintik hujan. karena jika menjadi hujan, aku harus jatuh dan menjadi satu dengan tanah, begitu menguap ke atas lalu menjadi hujan lagi, itu artinya harus membiarkan diriku jatuh berkali-kali, yang benar saja.

tadinya aku ingin menceritakan tentang lagu  FIFA World Cup 2014, ya benar, lagu world cup ini dulu sering sekali diputar pada saat kejuaraan dunia, di Brazil. memang Uforianya sudah selesai dengan ditandai kemenangan Jerman. ah ya ampun, Club Jerman, tau-tau saya ingat gambar kaos club jerman sedang mendendarai sepeda motor di lampu merah, waktu itu saya sedang berada di kampung halaman saya di Jawa Timur. sedang dalam perjalanan menuju Jombang kalau tidak salah. begitulah orang memakai kaos dan uforia piala dunia sepak bola berada di benak masyarakat. masyarakat yang mana? semua masyarakat!! melampui batas suku, agama, ras, dan status sosial. itulah kehebatan sepak bola. sepak bola mampu menyentuh berbagai kalangan, sepak bola juga ada permainan yang bisa membuat siapa saja senang bila sudah memainkannya.

sebuah nostalgia membawaku pada sebuah mesin waktu, kembali di bulan Mei 2014. bulan kelahiranku, dan waktu itu hanya satu orang yang mengucapkan selamat ulang tahun melalui sms. jarang-jarang orang peduli dengan sms. facebook dan tweeter merajai dunia dan orang-orangnya. mana ada yang peduli dengan sms. apalagi seorang yang rela menghabiskan pulsanya tersedot 500rupiah saja, boro-boro tersedot 500 rupiah untuk sms, bagaimana dengan telpon? orang akan enggan menghabiskan 10 ribu rupiah untuk sekedar bersilaturahmi dengan temannya. watak-watak pelit yang dibentuk oleh media sosial dan kecanggihan media sosial, hehe dalam benakku. sekarang saja mengundang orang dalam acara seremonial hanya melalui undangan facebook, dulu orang menghabiskan berlembare-lembar kertas dengan mengingat-ingat siapa saja nama kerabat yang akan diundang, tapi sekarang cukup membuatnya di dalam facebook tanpa harus mengingat-ingat kembali, orang lebih mudah mengundang orang lain. malah tak sepeser uang pun keluar dari sakunya untuk biaya cetak.. tapi aku tidak se-idealis itu untuk tidak menggunakan smart phone. aku juga masih menggunakannya. hanya saja aku sedang malas menggunakannya. paling mentok alasanku adalah pelayanan provider yang tidak memuaskan. komunikasi macam taik yang akan diciptakan, kita membeli pulsa dengan paket 1 bulan tapi 2 minggu trouble 2 minggunya lancar, jadi kita hanya menggunakan layanan separuhnya. penghisapan yang sia-sia ketika menggunakan smart phone. sayang sekali smart phone ku ngangkrak di meja kamar. upss... terlalu banyak catatan ya di ceritaku ini, aku sampai lupa menceritakan bulan kelahiranku itu, serta siapakah yg mengiriminya. 
               
     "Selamat Ulang Tahun, semoga tercapai cita-citanya, sekolah ke Jerman, menerbitkan buku, dan sukses tesisnya" 18 Mei 2014

ini adalah sms dari seorang yang aku kenal disebuah Cafe dia adalah temannya temanku. walaupun pada akhirnya aku menjalin hubungan singkat dengannya waktu itu namun hubungan kami tidak ada yang berkesan kecuali sms ini saja yang masih berkesan. alah, mungkin aku saja yang terlau mengingat-ngingat asmara yang tak sukses ini. 

setelah menjalin hubungan dengan seorang aktivis depresi seperti dia, oh sorry aku menamainya seperti itu. tapi sepertinya melebelkannya seperti itu juga sah-sah aja. ini dunia ku, dan ini bahasa yang hidup didalam duniaku. kalau menurut orang bahasa dibentuk secara komunal, melalui interaksi satu sama lain, kenapa orang melupakan dirinya yang ada dan dirinya yang tidak ada. diri yang tidak ada adalah alam pikiran yang menyatu pada sebuah ide, melalui syaraf-syaraf otak lalu menggerakan kai, tangan dan otot-otot. dan sejak saat itu aku memilih sendirian seperti duduk disebuah Cafe lalu hujan-pun turun tak berhenti turun lalu membuat bunyi-bunyian terhempas dari genteng lalu turun meresap ke dalam tanah, kemudian mengisi dalam minggu malam yang kosong.

siapa juga yang mau berebut tulang ikan. kalau mau yang mau hanyalah kucing kampung saja yang doyan. ini bukan masalah "hello selama ini lu gak pernah sadar ya kalau dia tulang ikan?" bukan begitu, kan benar love is blind... cinta itu seperti pelet tanpa dukun. bisa jadi sekarang kita cinta mati dengan manusia tulang ikan, dan bisa saja kita sadar kalau kita sedang mencintai tulang ikan. ah sudahlah, terlalu banyak ngomongin tulang ikan itu nanti rusak otakmu.

hujan sudah mulai reda, sepertinya pulang sekarang tidak akan kuyup basah walaupun masih rintik airnya. 



Sabtu, 18 Oktober 2014

Mbak Ayu... (Cerpen)

Mbak Ayu ….
“Apakah karena saya Janda? lantas saya tidak boleh jatuh cinta lagi? Apa sebab itu seorang janda juga harus menjadi perempuan suci layaknya Mariam? Oh pasti berbeda dengan kisah tentang Mariam yang memiliki anak . tapi ada yang sama dari kami sekelilingnya juga banyak yang menghujat karena status. Mariam memiliki anak tanpa ada pernikahan, sedangkan saya menjadi Janda karena tidak mempunyai anak”. 
***
disebuah rumah tak begitu besar dan juga tak begitu luas, tinggal seorang perempuan bernama Ayu, para remaja di kampung ini dan anak-anak kecil sering memanggilnya tante, umurnya 36 tahun. Sebagai seorang yang bs dikatakan masih muda jika dibandingkan dengan bapak dan ibu yang memiliki umur 50-an keatas, Ayu pun dipanggil tante oleh warga yang tinggal di desa ini. Mungkin karena memang kebiasaan orang-orang yang latah atau memang sedang membiasakan  (mengajari) anak-anaknya untuk menghormati orang yang lebih tua.
Kebiasaan tante ayu pada hari senin sampai jumat, adalah ngantor, tapi bukan kantor negri. Di desa ini lah tante ayu mendirikan sebuah kantor yang bergerak dibidang swadaya masyarakat. Bukan milik tante Ayu, sih. Tapi tante Ayu hanya mengelolahnya. Tante Ayu, hidup disebuah desa kecil dengan warga yang sudah seperti keluarga. Sejak meninggalkan kota tempat dia tinggal bersama mantan suaminya dulu, tante hidup sendiri, keadaan mulai berubah. Masa-masa kebahagiaan saat pernikahan tiba-tiba harus hilang, cinta tante kepada suaminya secara mendadak harus dilepaskannya. “ah tapi ini masalah ketidak cocokan antara kami.. lantas bagaimana lagi ksalau sudah tidak cocok?”  kata wanita Ayu sambil melihat-lihat album kenangannya. Melihat tubuh yang dulu waktu masih perawan, masih lincir kalau kata orang-orang, tak begitu kurus dan tak begitu gemuk seperti sekarang ini. namun 9 tahun pernikahan membuat Ayu mulai berubah, tubuhnya menggelembung bagaikan balon diudara. 3 tahun dengan tubuh seperti itu ditambah masalah perceraian membuat tante harus menumbuhkan rasa kepercayaan diri dengan  maksimal. 
Mungkin kalau dalam pergaulan di lingkungan kerja atau relasi-relasi Ayu, tak banyak menampakkan rasisme terhadap tubuh Ayu. Akan tetapi terkadang orang yang baru mengenalnya, lalu melihatnya dari fisik, itu akan mengiris-iris hati tante Ayu. Dia akan mulai mengingat-ingat kembali masa-masa 10 tahun lalu ketika umurnya masih 26 tahun. Tak ada yang tahu bagaimana perubahan tubuh ini bisa terjadi, apakah akbat hormon? Ataukah pola makan yang berlebihan, namun tante Ayu merasa taka da yang salah dengan dirinya. Sejak menikah dengan mantan suaminya 3 tahun yang lalu, perkembangan tubuhnya mulai terlihat, bahkan Sembilan tahun terakhir tubuhnya pun 100 kg, kemudian saat berpisahpun tante Ayu sudah menjadi seperti sekarang ini.
Disebuah acara pertemuan kerjanya, tante Ayu tak sengaja bertemu dengan laki-laki yang kemudian membawanya kepada sebuah arus asmara, lalu membawanya muda kembali, yang juga membuat Ayu berbelanja baju masa kini, sepatu, tas, dan bahkan perawatan kulit yang sedang digandrungi anak-anak muda jaman sekarang. Ayu pun jadi ikut-ikutan mendadak menjadi golongan muda suka Korean waves, inilah yang dirasakan Ayu kala asmara menggodanya untuk mencoba-coba seperti remaja .
Memang hubungannya tak bisa di publish sembarangan apalagi harus di munculkan di halaman facebook Ayu, dengan alasan menjaga privasi. Akan tetapi belakan terakhir ini Ayu mulai berani menerbitkan foto-foto kemesraan berdua bersama sang pujaan hati. Oya laki-laki ini bernama Mas Nur, dia adalah lulusan perguruan tinggi yang juga satu almamater bersama Ayu namun berbeda jurusan dan tahun, pekerjaannya sehari-hari tidak jelas, dia hanya menunggu proyekan datang baru ada pekerjaan. Misalnya saja menerjemahkan buku, lalu ngedit-ngedit buku. Seperti itu pekerjaannya. Ayu yang lebih tua dan mapan tidak pernah tidak lupa memberi sekedar makan siang disebuah resto dekat kecamatan tepatnya disebuah resto pinggi jalan menuju kota.
Tepat jam 12:30 Ayu merasa ingin bertemu dengan pujaan hatinya lalu tak lama kemudian dia mengirimi SMS kepada Nur
“mas Nur, apa mas sudah makan siang?” Tanya Ayu kepada mas Nur melalui pesan singkat.
Lalu si Nur yang pada saat utu baru saja bangun tidur menjawab “Belum, sayang” . kemudian Ayu-pun menanyai kembali “Mas lagi sibuk ya?” . Nur yang pada bulan terakhir ini tidak ada job menghampirinya lalu ngeles kepada Ayu, agar harga dirinya sebagai laki-laki tidak lah turun. Dia-pun beralasan kalau beberapa hari ini harus ngelembur sampai pagi nerjemahin buku. Dan selanjutnya mas Nur pun menerima ajakan dari Ayu untuk makan siang berdua.
**
Disebuah resto dekat kecamatan, Ayu bersama mas Nur makan siang, dengan menu kesukaan Ayu yakni daging-dagingan, ah tapi ini tak lain ada dua maksud, pertama Ayu suka menimbun lemak lagi-lagi, kedua kekasihnya yang kurus kerempeng ini juga perlu asupan gizi sama seperti AYU. 
Tak disangka ketika makan, tetangga Ayu melihatnya sedang beradu kasih di resto tersebut , lalu esok paginya menjadi sebuah buah bibir warga kampung. Berita ini mencuat dengan cepat. Karena Ayu sendiri adalah salah satu warga yang aktif dalam kegiatan-kegiatan di desanya. Walaupun Ayu adalah seorang pendatang namun dia cepat sekali mengakrapi lingkungan barunya. Bahkan sampai berita mbak Ayu mempunyai gandengan warga pun rebut-ribut. Tapi sayang sekali ini tidak seperti disinetron-sinetron yang menggambarkan sebuah adegan warga kampung sedang menggosip di tukang sayur. Berita ini berlalu begitu saja seperti sewajarnya.
Ayu pun tak menyadari kalau warga ini sudah tahu kabar tentang dirinya dengan mas Nur. Sesekali dia membukakan pintu rumahnya untuk mas Nur lalu membiarkannya berlama-lama bertamu dirumahnya sampai tengah malam. Sekali-duakali telah tercium oleh warga. Baru-lah dari berita yang biasa saja berubah menjadi luar biasa. Lalu ketua RT menegur Ayu untuk tidak lagi menerima tamu sampai tengah malam. Ayu pun mulai gerah dengan laporan warga seperti itu. Mulailah citra positif Ayu di desanya berubah menjadi negatif. Dia kembali menjadi bulan-bulanan oleh warga. Statusnya sebagai janda mulai menjadi sebuah maneuver baru bagi warga untuk menghujatinya habis-habisan. Lalu tubuhnya yang sedikit lebih kurus, hanya berkurang 20kg juga masih mendapatkan olok-olokan sebagai rasi.
Dalam hati Ayu bergeming tentang masalah yang dia hadapi. “mencintai adalah hakku sebagai wanita, lantas apa salah jika aku sebagai Janda jatuh cinta lagi” kata Ayu di dalam kamarnya sambil mememluk bonekah tawon yang ia dapatkan dari mas Nur. Lalu taklama kemudian keponakannya yang masih umur 3 tahun masuk kamarnya lalu memanggilnya “Tante Ayu”. Ayu pun langsung meraih tubuh kecil anak laki-laki yang menjadi keponakan semata wayangnya. Menatap mata malaikat kecilnya itu lalu tersenyum.
…..“bayangkan, rasakan, bila semua berbalik kepadamu dan bayangkan, rasakan bila kelak kau yang jadi diriku”… Miss.10/19/2014

Wisata Nostalgia Sastra : Kampung Halaman dan Arcadia


Pada minggu lalu saya bertemu dengan seorang sastrawan yang menjadi juru masak disebuah warung makan yang berada di Pujale UGM. Pada awalnya memang saya tidak ada wacana dan bahan bacaan tentang romantisisme barat. Akan tetapi sastrawan ini merekomendasikan beberapa bacaan yang berkaitan tentang penelitian yang akan saya lakukan. Sudah cukup pusing jika berhadapan dengan teori-teori barat. Yang saya dapat tidak sesuai dengan keinginan. Ketika yang ingin saya tulis ini berupa empirik  namun masih objektif. Karena penelitiuan saya berkaitan tentang gaya penulisan dan wacana desa. selama ini saya kurang begitu suka dengan penelitian-penelitian sastra di Indonesia, karya diperkosa sedemikian rupa agar menjadi sebuah riset yang dipandang berbobot. Tapi jauh dari situ, sebuah karya menjadi berlari dari dirinya sendiri. Mungkin seseorang yang banyak membaca buku-buku filsafat akan menyadari tentang banyaknya repertoire yang dia miliki, sehingga dalam membaca karya dia akan menemui bahwa karya itu seperti apa yang ada dalam repertoire. Saya juga tidak bisa menyalahkan bagaimana sebuah teori resepsi mempengaruhi pembaca dalam membaca sebuah karya sesuai dengan repertoire atau kapasitas yang mereka miliki.

Arcadia adalah cara hidup yang diedealkan atau tempat yang diidealkan karena bentuk awal teks pastoral adalah Idylls (judul puisi Theocritus). Maka Idylls diasosiasikan dengan pastoral. Kata idylls diambil dari bahasa yunani ‘Eidyllion’ yang berarti ‘smart picture’ dyang berisi tulisan pendek tentang diskripsi yang diidealkan. Istilah Idylls dalam perkembangannya digunakan secara umum, tidak hanya mengacu pada bentuk puitika khusus. Misalnya tidak memetik buah dari pohonnya disebut Idylls (Gifford, 1999:13-16)

Konstruksi Arcadia :
1)      Unsur Idylls memuat deskripsiu idealis nilai-nilai desa yang mengaplikasikan kritisisme kota
2)      Unsur nostalgia, sebagai bentuk yang selalu melihat kebelakang atau masa lalu
3)      Unsur Georgic yang menampilkan kenyamanan secara harmonis dg alam
Jika melihat dari konstruksi Arcadia yang memiliki unsur desa, masa lalu, dan  kenyamanan yang harmonis dengan alam. Jika kita melihat bagaimana kesusastraan Indonesia yang memenuhi unsur-unsur tersebut. Seperti alam pedesaan.


Senin, 15 September 2014

MIEKO TULANGAN : BERBISNIS DAN BER-KOOPERASI


Selamat Pagi......

pada tanggal 12 September yang lalu kami telah buka di Lembah UGM atau dikenal dengan PUJALE UGM. posisi tepatnya lurus dengan fakultas Filsafat UGM. pada saat hari pertama kami buka, pelanggan yang pertama adalah dari teman-teman dari kami. kemudian hari kedua kami buka di PUJALE, saya pikir akan banyak pelanggan ternyata hemmm apa yang diharapkan tidak sesuai kenyataan. kata koki misterius kami yang mengoprasikan Mieko Tulangan sih, berapapun hasilnya, berapapun pembelinya, satu aja perlu disyukuri. oke deh...
untuk menu-menu yang ada dalam kedai kami, pertama ada menu utama yakni Mie Kocok. makanan ini hasil dari pembacaan koki terhadap sebuah makanan asal Bandung. namun dalam Mieko Tulangan koki kami mengobrak-abrik rempah-remnpah lalu menyusun kembali menjadi sajian yang nikmat dengan kaldu sapi asli, tanpa vitchin atau michin, tanpa penyedap rasa. karena dalam racikan kami menggunakan bumbu-bumbu rahasia. tak hanya itu Mieko juga ada menu jamur untuk yang tidak suka dengan daging-dagingan. kuahnya memang gulai seperti masakan padang, namun masakan ini asli jamur tidak ada dagingnya sama sekali. untuk minumannya ada minuman tradisional namanya Simbar Wareh, minuman ini hasil dari ibu-ibu di pegunungan Kendeng. wah, nikmat sekali kan :) ayoo datang ke Pujale UGM
review akan saya lanjutkan setelah kelas pagi ini selesai :D yaaaakkk ... #ciawww

Sabtu, 06 September 2014

Pacar Merah 1 : Sebuah Pencarian, Romansa, dan Spionase


Add caption
Selamat pagi, hari ini saya sedang membaca novel yang berjudul pacar merah. Entah kenapa setelah teman-teman Rangka Tulang menjadikan sebagai sebuah tema dalam pameran lukis yang diselenggarakan di KPY (Kelas Pagi Yogyakarta). Dengan seksama say membacanya dan baru setengah halaman yang saya baca. Pada halaman pertama disuguhi dengan sebuah ulasan singkat dari Harry Poze seorang sejarahwan yang juga mnejadikan Tan Malaka sebagai Objek penelitiannya.
Tan Malaka memang tak dikenal sebagai pahlawan selayaknya Bung Karno dan Bung Hatta. Menurut Harry Poeze sebagai peneliti yang sudah lama meneliti tentang Tan Mala, sampai yang dapat memastikan makam Tan Malaka berada di daerah Kediri Jawa Timur dan terletak di desa Selopanggung.  Namanya pun tak disebutkan dalam nama-nama pahlawan selayaknya pahlawan yang kita hafalkan sewaktu SD. Dalam buku sejarah manapun nama Tan Malaka memang tidak begitu popular sebagai seorang pahlawan.
Pertama-tama yang ada dalam pikiran saya “Pacar Merah” mungkin saja sebutan sebagai seorang pacar atau kekasih yang merah, akan tetapi merah disini merupakan sebuah penanda bagi yang beraliran kiri. Seorang kekasih yang memiliki ideology kiri. Dan sebutan ini muncul saat Nona Ninon, wanita keturunan cina dan Prancis yang merupakan kekasih dari Tan Malaka memberinya julukan “Pacar Merah”. Walaupun begitu Tan Malaka juga memiliki sebutan lain disetiap negara yang berbeda.
to be continue......  
                                                                                            Mishilisme
                                                                             Yogyakarta, 6 September 2014

Senin, 21 Juli 2014

Rindu pada Mata Elang

harus aku mulai dari apa ini tulisan, sekali pengen nulis ya nyampah disini. 

Berkabung: Layatku Untukmu, Bung Anantaguna

Potrait Seorang Komunis
Adakah Duka lebih duka yang kita punya
kawan meninggal dan darahnya kental di pipi
tapi kenangan kesayangan punya tempat dalam hati
adakah tangis lebih tangis yang kita punya badan lesu dan napas sendat di dada
tapi hasrat dan kerja berkejaran dalam waktu
bila terpikir bila terasa bila kesadaran mencari dirinya
bila pernah ditakuti tapi juga disayangi
bila kalahpun berlampauan dan menang akan datang
adalah dada begitu sarat keinginan akan nyanyi
dan apakah yang aku bisa selain hidup 
adalah bangga lebih bangga yang kita punya
di pagi manis daun berbisikan tentang komunis
begitu lembut begitu mesra desirkan hari biru
adakah cinta lebih cinta yang kita punya
sebagai kesetiaan yang berkibar di waktu kerja.
                                   (S. Anantaguna)
tulisan ini untuk memperingati 2 hari kepergian sastrawan Lekra yang sangat dicintai oleh penggemarnya. memang namanya tidak se-populer, namun dalam realisme magis, dan kalangan pembaca realisme magis tidak akan melupakan sosok S. Anantaguna. kalaupun hari ini saya menuliskan sebuah rasa duka yang mendalam tentang kepergian sosok bung Anantaguna. memang Saya belum pernah sempat bertemu dengan beliau yang lahir di Klaten, Jawa Tengah. jikalau seseorang yang sedang berduka dengan kematian, layatan ini hanya sebuah tulisan untuk menghormati kesastrawanan Anantaguna.
Potrait Seorang Komunis adalah sebuah puisi yang menjadi salah satu jagoan saya, selain puisi "Demokrasi". puisi ini mungkin sedikit mewakili kepergiannya. Anantaguna dikenal sebagai salah satu satrawan yang bekerja dalam ruang Realisme. wajah ke-duka-an dalam setiap bait. perih, kematian, darah, tangis, "lesu dan napas sendat di dada". adalah komponen yang membentuk kedukaan. bila dalam puisi ini menceritakan sebuah kepedihan yang mendalam akan kehilangan seseorang kawan yang telah pergi namun masi di kenang. kawan yang masih berkesan, sebagai sosok yang pernah di takut-takuti namun juga disayangi. namun dalam bait terakhir menuliskan tentang sebuah pengharapan yang baru tentang hidup yang berharga. dan Komunis pada sajak "pagi manis daun berbisikan tentang komunis" menyiratkan bahwa pada saat itu yang berharga adalah yang hidup, sedangkan pagi adalah suatu bagian yang dimulai dalam kehidupan, dan daun yang berbisik tentang komunis. berbisik adalah metafor yang dibuat untuk memperindah kata-kata. kemudian sajak berikutnya, "begitu lembut begitu mesra desirkan hari biru
adakah cinta lebih cinta yang kita punya. sebagai kesetiaan yang berkibar di waktu kerja" menyiratkan sebuah sesuatu yang berjalan dengan lembut, mesra, cinta, dan kesetiaan.sebuah metafor yang dipilihkan untuk membuat indah, damai, dan tanpa kekerasan yang mengacu pada Komunis.

kita tahu pada tragedi G30S,adalah tragedi berdarah untuk kaum komunis. kekuasaan menjadi sebuah mesin pembunuh bagi siapa saja yang berlatar belakang komunis. hasutan tentang gerakan sparatis, menggugah para kelompok dan ormas-ormas islam menjadi oposisi. dan pada saat itu komunis menjadi sebuah momok, menjadi sebuah hantu yang harus diburu oleh para pemburu hantu. namun inilah sejarah konspirasi besar di Indonesia. adakah saat itu yang tidak terhasut oleh kekuasaan dan memikirkan tentang "darah" seperti pada sajak yang ditulis oleh Anantaguna? mungkin patutlah puisi "Potrait seorang Komunis" adalah sebuah narasi besar tentang kemanusiaan. pengarang memiliki pandangan dunia tentang humanisme universal. dimana keadilan harus diperjuangkan. jika diamati satu persatu terdapat sebuah diksi yang berda dalam puisi tersebut, yakni, "disayang" dengan "ditakuti"/ adalah sebuah entitas yang berlawanan antara sebagai hal yang positi namun juga ditakuti (seperti hantu). gambaran-gambaran dalam sajak diatas adalah ditujukan untuk para komunis, lalu yang tersisa adalah "yang masih hidup" sesuai dalam " apakah yang aku bisa selain hidup". mungkin jasad adalah kawan yang telah mati, namun "Aku" sebagai aku liris mengacu pada sebuah apa yang masih kita miliki, yakni daun yang berbisik komunis. sebuah ide, konsep, dan ataupun berlatar -isme tentang komunis. walaupun tubuh tidak lagi mampu hidup, namun sebuah ideologi akan tetap hidup, dari yang tersisa dan berharga. menjadi sesuatu yang manis, mesra, cinta dan kesetiaan.

selamat jalan, Bung Anantaguna....
inilah bagian dimana tubuh atau jasad yang tak mampu lagi menahan sebuah masa, namun ada yang lebih berharga dan masih hidup, yang berbisik mesra tentang Komunis, setia dan berkobar...


                                                                                                              Mishilisme
                                                                                                         Depok, 21/7/2014





Selasa, 25 Maret 2014

Puisi Esai Dimana Rezimu Berada?


Padamulanya sebuah Puisi memiliki tipografi yang sesuai dengan konsensus yang dibuat pada masa Pujangga Lama, dalam perkembanganya sebuah puisi kemudian lebih variatif sesuai dengan zamannya. Sebuah puisi berkembang dapat dipengaruhi berbagai hal, misalnya dalam Pujangga Baru sebuah semangat zaman , lahir pada tahun 1933 dan 1942, dengan dilatarbelakangi Nasionalisme Indonesia. Dengan memngembangkan semangat Indonesia Modern yang bergaya barat, walaupun ‘Nasionalis’ tak terpisahkan dengan Indonesia . Kemunculan Pujangga Baru inilah yang mengantarkan perdebatan antara Armin Pane dan Sutan Takdir Alisyabana atau dikenal dengan STA. tentang pendirian Takdir yang bersikukuh menggunakan seni dengan didaktisme tetap berjalan, namun masih melanjutkan gema Neo Romantisisime Belanda abad ke Sembilan belas dan pendekatan Belanda dalam mengajarkan kesusastraan pada awal abad ke duapuluh, yang pada akhir tahun 1920-an sudah banyak dikenal.
Puisi Esai muncul di atas permukan, menjadi varian dari penulisan sebuah puisi. Pada mulanya sebuah Puisi Esai muncul dalam bentuk tulisan antologi sebuah komunitas, dimana Nenden sebagai editor. Kemudian pada tahun berikutnya muncul sebuah buku yang berjudul 33 Tokoh Sastra yang Berpengaruh yang mana banyak menimbulkan sebuah polemik, dalam dunia sastra. Saut Situmorang adalah salah satu sastrawan yang mem-pioniri petisi untuk menarik kembali buku tersebut dalam peredarannya. Hal ini didasari bahwasanya perbitan buku tersebut sangat kental dengan klaim assersif yang terlihat dalam judul buku yakni 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Menurut petisi tersebut buku 33 Tokoh tidak menunjukan kesuperlatifan pengaruh tokoh-tokoh. Kemudian Buku ini mencederai integritas asli sastrawan, serta masyarakat Indonesia, Buku 33 Tokoh juga dapat menjadi Presenden Buruk, dalam artian klaim Assersif yang dilakukan dapat menjadikan klaim-klaim yang tak bertanggung jawab yang sejenis.
Namun dalam perdebatanya, Denny JA tetap berkicau bahwasanya kebebasan dalam berpendapat adalah hak setiap orang. Seperti yang termuat dalam tulisan Prof Faruk HT yang mengomentari masalah petisi, dengan memberi judul “Argumen Basi. Buku lawan Buku, Korupsi lawan korupsi, Argumentasi Robinhood atau Maling Budiman”, Faruk memberikan pertanyaan retoris pada kalimat berikutnya, Apakah memilih dalam pemilihan umum merupakan bentuk pernyataan pendapat? Setiap orang berhak menyatakan pendapat kecuali dalam dua hal, yaitu adanya money politic atau tekanan dari pihak tertentu. Serta adanya manipulasi .  pembredelan merupakan sebuah tindakan yang meningatkan kita pada stigmatisasi orba terhadap stigmatisasi PKI, semua yang dicap orba bisa saja nantinya akan ditangkap dan dijegal turun temurun. 
Bagaimana Feedback Denny JA dalam menanggapi petisi tersebut. Dalam portal Berita.com Denny JA menuding penggiat sastra sebagai kaum pemalas. Tudingan ini ibarat seperti sebuah klaim yang didasari emosional pribadi terhadap petisi tersebut. Kembali melihat bagaimana track record yang melekat pada Denny JA adalah seorang intelektual dan aktivis, tradisi-tradisi yang dibangun para intelektual tidaklah mengeluarkan statemen tanpa dasar.  pada poin 15 dalam balasan Deny JA, menyatakan bahwa kita sadar bahwa kaum facis tidak hanya dalam dunia politik namun dalam dunia sastra. sangat jelas satire yang dilontarkan Denny JA dalam mengeluarkan pendapatnya tentang petisi.  
Sudah saatnya sebagai sebuah kaum elitis dengan beckground masyarakat yang bermacam-macam, misalnya sebagai seorang sastrawan, penggiat sastra, penyair, aktivis, kaum intelektual, tentunya menggunakan metode yang kooperatif dalam menanggapi masalah, bukan hanya rasa kekecewaanya dengan menuding “ini dan itu”. 
Jika kita bembandingkan cerita-cerita tentang “pembredelan” buku yang yang dilakukan pada masa orba misalnya, atau buku-buku yang di cap komunis, yang terjadi dikemudian hari adalah sebuah pengulangan yakni gagalnya sebuah buku diedarkan. Namun setelah pergantian orde baru ke sebuah zaman reformasi mengembalikan buku-buku tersebut muncul ke permukaan. Seperti halnya novel Pramudya Ananta Toer.  Sebuah puisi esai adalah sebuah embrio puisi Indonesia baru. Kalau kemudian yang dibredel adalah bukunya, yang akan terjadi adalah puisi berbentuk esai akan dinyatakan salah. Namun yang terungkap dalam petisi tersebut bukanlah sebuah pembredelan, akan tetapi untuk dievaluasi dengan jalan menguji kevalidan sebuah prinsip yang dipakai oleh para juri dalam mengeksekusi sebuah puisi esai dan ketokohannya. 
Money politic Jalan Politik dan Politisasi dalam Sastra?
Kredebilitas Denny JA dalam menggawangi sebagai pelopor puisi esai memang dipertanyaakan, terbukti dalam pernyataan salah satu Tim 8 yang mengaku dibayar untuk membuat buku tersebut. Dan pengakuan Ahmadun Y Herfanda sebagai salah satu sastrawan yang masuk kedalam buku tersebut menyatakan dalam sebuah email kepada surah sastra yang termuat dalam portal info sastra, bahwasanya yang ia lakukan adalah pesanan Denny JA semata. 
Proses kreatif seorang pengarang adalah sebuah usaha pengarang dalam menciptakan sebuah karya yang terlebelkan sebagai karya pengarang tersebut. Akan tetapi dalam kasus Denny JA, bagaimana jikalau yang terjadi seorang sastrawan menulis dalam tekanan “pesanan” dan tentunya dengan imbalan yang cukup besar? seorang pengarang, dalam pekerjaan secara ideologis mereka menciptakan sebuah karya yang lahir dari hasil buah pemikiran mereka, akan tetapi sebuah karya juga butuh diapresiasikan seperti yang dikatakan oleh Rane Wellek dan Austin, bahwasanya sebuah karya harus dinikmati agar tidak menjadi sebuah artefak semata. Begitu juga sebuah karya yang dibukukan. Buku menjadi sebuah sarana apresiasi agar sebuah karya dibaca oleh khalayak. 
Terlepas tentang apresiasi karya sastra, polemik secara kronologis dalam kelahiran 33 Tokoh Sastra Indonesia Yang Berpengaruh, adalah sebuah usaha Denny JA untuk melegitimasikan dirinya sebagai seorang sastrawan. Dan melegitimasikan bahwa sebuah puisi esai yang dia tulis merupakan warna baru dalam sastra dan menjadikan dirinya sebagai pelopor, dengan menghadirkan beberapa penyair  sastra kenamaan Indonesia.

catatan kaki :
  1.   Keioth Foulcher. Pujangga Baru. Hal. 5
  2.   Dalam Portal Berita Buku.

Sabtu, 22 Maret 2014

Gombalan Laki-Laki : Seorang Sahabat (Cuwilan Cerita Mata Elang): picisan

kita tidak akan pernah tahu siapa jodoh kita nanti. kapan? dimana? dan dengan siapa? satu tahun tidak perlu terburu-buru dalam menentukan orang baru. tentang siapa yang pantas dan siapa yang cukup kuat untuk menjadi kandidat anyway ini bukan sebuah kampanye politik untuk menjadi siapa akan memenangkan hati seorang perempuan. hehehe...
suatu ketika si Mata Elang kembali menyapa Mentari. dengan pengalaman yang sudah-sudah tidak mungkin Mentari tetap memihak kepada kebohongan/ketidak pastian/ dan yang pasti dengan orang yang memiliki banyak segudang pengetahuan, namun tidak punya tujuan yang pasti. hehe... Matanya masih sejatam dulu, tapi dia kembali bukan menjadi seorang yang sangat mempesona, yang membuat hatiku jedug-jedug. sekarang sih keadaan sudah berubah 180 derajat, bagaimana tidak? seorang wanita tidak bisa percaya dengan laki-laki yang in-konsisten.tapi bukan karena itu juga sih, banyak hal yang tidak bisa aku tuliskan disini terkait tentang Mata Elang. 
kali ini dia datang seperti orang yang membawa setumpuk bagasi yang isinya keluhan, yep Mentari hanya bisa menjadi teman curhat. tapi semakin kesini-semakin kesini Mata Elang mulai berani-beraninya menggombal, nggak di telfon, nggak di sms, nggak di BBM, nggak di Voice Note. berasa di hujani dengan peluru gombalan. 

Obrolan Semalam....
sepertinya Mata Elang, gak capek-capeknya menghujaniku dengan seribu gombalan. bahkan tawaran dinner di sebuah ressort  di daerah Batu Malang. ya ya ya... kalau sekedar ajakan dine bareng sih gak bikin melted, hanya saja sudah bikin blushing pipi-ku. ya namanya juga perempuan. hehe...
yang lebih anehnya lagi gombalannya itu lho pakai bawa-bawa Nabi Muhammad SAW. aduh jadi gimana gitu. yang pasti seorang nabi tidak bisa di generalisasikan seperti yang dia anggap. terlalu masif!!!

hemmm.... 
menurutku sih dia tetap menarik, walaupun ya sedikit alay dengan gombalan-gombalan bertajuk tausiyah. tapi aku sendiri lebih suka dia menjadi pelukis daripada rois :p xixixixi... lagian yang dia omongin selalu yang provant. ya gitulah.

Dia bilang, mungkin orang ngira i'm a bad boy, tapi mereka salah besar. ya ya selalu ada pembelaan terhadap diri sendiri. tapi selama aku jalan sama dia sih gak ada namanya Aku di-apa2in. yang ada aku malah dilindungin terus. jadi ingat waktu dia bantuin aku daftar di pascasarjana UB jurusan Sosiologi. yep, dia sudah seperti apa ya? ya gitulah.. orang yang gak tahu pasti ngiranya kita pasangan. yang pasti sih dia bikin nyaman. sampai sekarang... :) any way Mata Elang is Sobat bukan pacar :) 



*note : Lowbow-Kau Cantik Hari Ini (lagu yg selalu dinyanyikan Mata Elang)

Kamis, 20 Maret 2014

Jurusan Sastra Indonesia Bukan Lagi Jurusan yang Ecek-Ecek


Teringat pada saat pertama kali masuk di Universitas Airlangga dengan Jurusan pilihan pertama Sastra Indoensia, dan pilihan ke dua Ilmu Politik karena waktu itu ibu juga ingin anak-nya memilih jurusan yang sama dengan ibunya. setelah hasil tes keluar ternyata yang masuk adalah jurusan Sastra Indonesia, karena pada waktu itu memang peminat jurusan tersebut tidak sebanyak jurusan lain, pun juga dibandingkan dengan Ilmu Politik. 

Apa yang terjadi setelah masuk jurusan Sastra?

tentu saja pada saja pada saat masuk jurusa sastra, saya sendiri belum memikirkan akan bekerja apa? tapi dari beberapa teman yang masuk mempunyai pernyataan dan pertanyaan yang bermacam-macam pada diri mereka masing-masing. pertama, mungkin salah seorang mahasiswa akan beranggapan akan jadi apa setelah ini? "dulu saya ambil jurusan kedokteran gak masuk, malah sastra indosesia yang masuk?", kemudian yang kedua, sastra indonesia itu jurusan yang gampang biar cepat dapat ijazah terus daftar kerja di bank lebih mudah, anggapan yang ketiga, masuk sastra indonesia? " Aku sendiri juga gak tahu mau ngapain", dan yang terakhir ini anggapan seorang mahasiswa yang sangat idealis dan terbangun militansinya dalam kesusastraan indonesia, mungkin dari basic lingkungan keluarga atau given sebagai seorang sastrawan. 

hal itu mungkin yang terjadi dalam sebuah pernyataan-pernyataan dalam benak mahasiswa strata 1 atau biasa disebut mahasiswa S1. kita sendiri tidak bisa memaksakan sebuah kesenangan atau anggapan "benar" kita terhadap sesuatu. dengan kita melihat pernyataan-pernyataan mahasiswa seperti itu, dari pengalaman pertemanan Saya, setelah lulus kuliah toh mereka juga mendapatkan kesuksesan masing-masing. lulusan Sastra Indonesia banyak yang sudah bekerja. jadi jangan dianggap jurusan Sastra Indoensia itu tidak bisa bekerja dimanapun. memang, dalam kenyataanya dalam hubungannya pada lembaga pemerintahan formasi untuk lulusan sastra indonesia belum banyak dibutuhkan. tapi banyak juga lulusan Sastra Indonesia sukses melebarkan karirnya dalam Perbankan, salah satunya teman saya juga sekarang bekerja menjadi pegawai tetap CSO pada BCA. terus ada juga yang kemudian melanjutkan studi sastranya ke jenjang yang lebih tinggi, yakni S2 dan S3 dari situ bisa mengembangkan militansinya terhadap sastra Indonesia, baik jadi Guru/ Dosen/ Pegawai Negri Sipil. 

untuk yang saat ini menempuh pendidikan Sastra Indonesia jangan berkecil hati, karena lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk mendalami kesusastraan masih terbuka lebar. bahkan sastra indonesia juga sama dengan jurusan-jurusan lain, yang memiliki kesempatan dalam bekerja dibidan non profesi apapun serta mendapatkan ruang bagi yang ingin menjadi akademisi. 

"Maju Terus Sarjana Sastra Indonesia!!!!!!"

                                                                                  Jogjakarta, 3/21/2014
                                                                                            
                                                                                         Mishilisme