Potrait Seorang Komunis
Mishilisme
Depok, 21/7/2014
Adakah Duka lebih duka yang kita punya
kawan meninggal dan darahnya kental di pipi
tapi kenangan kesayangan punya tempat dalam hati
adakah tangis lebih tangis yang kita punya badan lesu dan napas sendat di dada
tapi hasrat dan kerja berkejaran dalam waktu
bila terpikir bila terasa bila kesadaran mencari dirinya
bila pernah ditakuti tapi juga disayangi
bila kalahpun berlampauan dan menang akan datang
adalah dada begitu sarat keinginan akan nyanyi
dan apakah yang aku bisa selain hidup
adalah bangga lebih bangga yang kita punya
di pagi manis daun berbisikan tentang komunis
begitu lembut begitu mesra desirkan hari biru
adakah cinta lebih cinta yang kita punya
sebagai kesetiaan yang berkibar di waktu kerja.
(S. Anantaguna)
tulisan ini untuk memperingati 2 hari kepergian sastrawan Lekra yang sangat dicintai oleh penggemarnya. memang namanya tidak se-populer, namun dalam realisme magis, dan kalangan pembaca realisme magis tidak akan melupakan sosok S. Anantaguna. kalaupun hari ini saya menuliskan sebuah rasa duka yang mendalam tentang kepergian sosok bung Anantaguna. memang Saya belum pernah sempat bertemu dengan beliau yang lahir di Klaten, Jawa Tengah. jikalau seseorang yang sedang berduka dengan kematian, layatan ini hanya sebuah tulisan untuk menghormati kesastrawanan Anantaguna.
Potrait Seorang Komunis adalah sebuah puisi yang menjadi salah satu jagoan saya, selain puisi "Demokrasi". puisi ini mungkin sedikit mewakili kepergiannya. Anantaguna dikenal sebagai salah satu satrawan yang bekerja dalam ruang Realisme. wajah ke-duka-an dalam setiap bait. perih, kematian, darah, tangis, "lesu dan napas sendat di dada". adalah komponen yang membentuk kedukaan. bila dalam puisi ini menceritakan sebuah kepedihan yang mendalam akan kehilangan seseorang kawan yang telah pergi namun masi di kenang. kawan yang masih berkesan, sebagai sosok yang pernah di takut-takuti namun juga disayangi. namun dalam bait terakhir menuliskan tentang sebuah pengharapan yang baru tentang hidup yang berharga. dan Komunis pada sajak "pagi manis daun berbisikan tentang komunis" menyiratkan bahwa pada saat itu yang berharga adalah yang hidup, sedangkan pagi adalah suatu bagian yang dimulai dalam kehidupan, dan daun yang berbisik tentang komunis. berbisik adalah metafor yang dibuat untuk memperindah kata-kata. kemudian sajak berikutnya, "begitu lembut begitu mesra desirkan hari biru
adakah cinta lebih cinta yang kita punya. sebagai kesetiaan yang berkibar di waktu kerja" menyiratkan sebuah sesuatu yang berjalan dengan lembut, mesra, cinta, dan kesetiaan.sebuah metafor yang dipilihkan untuk membuat indah, damai, dan tanpa kekerasan yang mengacu pada Komunis.
kita tahu pada tragedi G30S,adalah tragedi berdarah untuk kaum komunis. kekuasaan menjadi sebuah mesin pembunuh bagi siapa saja yang berlatar belakang komunis. hasutan tentang gerakan sparatis, menggugah para kelompok dan ormas-ormas islam menjadi oposisi. dan pada saat itu komunis menjadi sebuah momok, menjadi sebuah hantu yang harus diburu oleh para pemburu hantu. namun inilah sejarah konspirasi besar di Indonesia. adakah saat itu yang tidak terhasut oleh kekuasaan dan memikirkan tentang "darah" seperti pada sajak yang ditulis oleh Anantaguna? mungkin patutlah puisi "Potrait seorang Komunis" adalah sebuah narasi besar tentang kemanusiaan. pengarang memiliki pandangan dunia tentang humanisme universal. dimana keadilan harus diperjuangkan. jika diamati satu persatu terdapat sebuah diksi yang berda dalam puisi tersebut, yakni, "disayang" dengan "ditakuti"/ adalah sebuah entitas yang berlawanan antara sebagai hal yang positi namun juga ditakuti (seperti hantu). gambaran-gambaran dalam sajak diatas adalah ditujukan untuk para komunis, lalu yang tersisa adalah "yang masih hidup" sesuai dalam " apakah yang aku bisa selain hidup". mungkin jasad adalah kawan yang telah mati, namun "Aku" sebagai aku liris mengacu pada sebuah apa yang masih kita miliki, yakni daun yang berbisik komunis. sebuah ide, konsep, dan ataupun berlatar -isme tentang komunis. walaupun tubuh tidak lagi mampu hidup, namun sebuah ideologi akan tetap hidup, dari yang tersisa dan berharga. menjadi sesuatu yang manis, mesra, cinta dan kesetiaan.
selamat jalan, Bung Anantaguna....
inilah bagian dimana tubuh atau jasad yang tak mampu lagi menahan sebuah masa, namun ada yang lebih berharga dan masih hidup, yang berbisik mesra tentang Komunis, setia dan berkobar...
Mishilisme
Depok, 21/7/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar