Jumat, 10 Juni 2016

Ramadhan di Desa atau Di Kota?

oleh : Mishilisme :) 

      Bulan ramadhan adalah bulan di mana umat muslim melakukan puasa selama satu bulan penuh. Bulan ramadhan juga sering dikait-kaitkan di mana terdapat tradisi berbuka, tarawih, kemudian sahur.  Di negara islam lainnya, mungkin saja tradisi seperti itu tidak seberagam di indonesia. Negara yang memiliki muslim mayoritas ini menyambut ramadhan layaknya pesta rakyat. Ketika menit-menit menunggu maghrib berkumandang, di jalan-jalan, di tiap rumah melakukan aktivitas perniagaan. Aneka makanan manis, makanan gurih, dan makanan-makanan yang menggoyang lidah didasar para penjual di pasar dadakan seperti itu. di bulan puasa seperti ini, terdapat pasar kaget, atau pasar tumpah yag ada di jalanan adalah hal yang biasa. Para ibu rumah tangga yang kesehariannya tidak berjualan, maka di bulan ramadhan kali ini mereka berperan ganda, yakni sebagai ibu rumah tangga, dan juga sebagai wirausaha di pasar tumpah. Keberadaan pasar takjil seperti ini merupakan keberuntungan bagi tiap rumah untuk menambah uang sebelum lebaran.
    Bagaimanakah dengan di desa? saya kira tidak beda jauh. Saat ini semangat untuk berjualan di bulan ramadhan tidak hanya dirayakan oleh orang-orang kota. orang-orang yang tinggal di desa menjadikan jalanan kecamatan sebagai pasar takjil. Ramadhan selain menjadi bulan penuh berkah, juga menjadikan berkah kepada para pedagang takjil di manapun tempatnya, bulan yang juga menjadi pertanda tigkat konsumsi semakin meningkat. Keberadaan orang yang perutnya sedang berpuasa, membuat keinginn-keinginan untuk menyantap makanan yang lezat juga dipengaruhi dari gambar di media sosial maupun iklan di televisi. Sehingga para pedagangpun juga tidak akan mau ketinggalan dengan menyajikan berbagai macam varian menu berbuka. Dari mulai yang mengindonesia, hingga yang berbentuk frencaise.
    Setelah membahas mengenai konsumsi pada bulan ramadhan, baik di desa maupun di kota yang memiliki tingkat yang sama saja. selanjutnya bagaimana suasana beribadah di bulan ramadhan di desa maupun di kota? menurut pengalaman saya yang lahir di desa di Jawa Timur tentang puasa di kota maupun di desa, sebenarnya saya sendiri menilai terdapat perbedaan, walaupun konsumtifitas di bulan ramadhan sama saja. ketika bulan di desa, dimulai dari tradisi sahur, mungkin saja di kota juga masih melkukan tradisi keliling membagunkan orang sahur, namun selama saya berpindah-pindah kota dari Surabaya ke Jogja, rupanya selama berpuasa di sana, saya tidak menemukan suara orang-orang yang bergerombol membangunkan sahur. Cerita mengenai waktu saya kecil di desa kegiatan tersebut membuat saya bangun lebih awal dan ikut menunggu teman-teman semasa kecil saya untuk berkeliling membangunkan orang sahur. Kemudian selepas sahur, subuh berkumandang, baik di desa maupun kota, saya masih mendengarkan orang tadarus. Namun yang menjadi perbedaan adalah, tadarus di kota dilakukan hanya beberapa orang saja. di desa sebuah tadarus dilakukan dengan berkelompok, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak, mereka melanjutkan satu sama lain dari juz –per juz. Kemudian tarawih, shalat sunnah yang dilakukan setelah isya di bulan ramadhan. Di desa yang saya tinggali sebagian besar berada di naungan imam syafii. Dalam menjalankannyapun juga berbeda yang saya rasakan ketika saya pindah di kota. di kota yang saya pernah tinggali, melakukan ibadah tarawih banyak pilihan ada yang 23 atau 11 rakaat, tinggal pilih saja mana yang lebih menyenangkan. Sedangkan di desa mayoritas, baik di mushola maupun di masjid jami’ sekalipun, melakukan 23 rakaat untuk shalat tarawih.  Cara melakukan shalatnya pun cukup berbeda. Di desa tempat saya tinggal dilakukan per-dua rakaat, dan terakhir dua plus satu rakaat untuk shalat witir. Disetiap menuju per dua rakaat terdapat bilal yang menandai per-rakaat untuk tarawih maupun witir. Well, memang sedikit ngos-ngosan sih ketikan shalat tarawih di desa. berbeda dengan di kota, tarawih dilakukan per-empat rakaat dan tiga rakaat untuk witir. Tidak terlalu berat dan ngos-ngosan, dan yang menjadi pembeda dari keduanya, selain mengenai rakaat, juga bilal.
     Selain itu juga tausiyah yang dilakukan setelah tarawih selesai, dan jeda menunggu dilakukannya shalat witir, hal tersebut bisa kita jumpai di desa. berbeda ketika saya berada di kota, baik ketika di Surabaya, Jogja, maupun Depok, imam memberikan tausiyah sebelum berlangsungnya tarwih. Dan penyampaiannya juga berbeda. Di masjid-masjid yang pernah saya datangi imam masjid bisa jadi adalah seorang profesor, bisa jadi adalah memang takmir, bisa jadi adalah mualaf yang kemudian mendalami islam. Well, dari sini juga berbeda isi dan cara penyampaiannya. Jika di desa yang saya sering dengar mengenai tentang sholat, zakat, dan puasa, mungkin juga setiap tahunnya diulang-ulang untuk mengingatkan kita mengenai apakah itu ramadhan? Keutamaan apa saja? pahala dan ibadah apa saja ketika ramadhan?. Jika di kota, hal-hal tersebut disampaikan sangat ilmiah, pernah suatu ketika di sebuah masjid di yogyakarta, seorang dokter ditgasi untuk mnejadi imam sekaligus mneyampaikan tausiyah saat tarawih, pada saat itu saya paling suka dengan tausiyah yang digabungkan dengan ilmu kesehatan yang dia miliki. Keutamaan puasa, dan bagaimana puasa dapat menyehatkan tubuh manusia, selain itu keutamaan air putih untuk membantu detoksasi saat puasa.
     Begitulah pengalaman mengenai puasa di desa atau kota. keduanya sama-sama menyenangkan, makanan ada di mana-mana, memang ramadhan adalah momen di mana kita mnegeluarkan isi dompet untuk memenuhi dorongan perut lapar untuk memilih makananan yang bervariasi. Ada satu hal lagi yang mungkin belum saya sampaikan mengenai tradisi yang ada di desa, yakni takjil gratis di setiap masjid-masjid di kota. kalau para jamaah di desa membawa makanan pada saat pembukaan tarawih pertama sebagai pertanda puasa pertama, kemudian yang kedua adalah di malam lailatul kadar, di mana malam-malam ganjil, sedangkan selama satu bulan penuh di masjid-masjid di kot selalu ada nasi kotak yang siap dibagikan para jamaah. Menyenangkan bukan? J oleh karena itu, bulan ramadhan bulan dimana setiap pekerjaan dinilai sebagai ibadah karena sedang menjalankan puasa menahan lapar, pun juga Ramadhan adalah surga bagi perut yang lapar.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar