oleh : Mishilisme :)
Bulan ramadhan adalah bulan di mana umat muslim
melakukan puasa selama satu bulan penuh. Bulan ramadhan juga sering
dikait-kaitkan di mana terdapat tradisi berbuka, tarawih, kemudian sahur. Di negara islam lainnya, mungkin saja tradisi
seperti itu tidak seberagam di indonesia. Negara yang memiliki muslim mayoritas
ini menyambut ramadhan layaknya pesta rakyat. Ketika menit-menit menunggu
maghrib berkumandang, di jalan-jalan, di tiap rumah melakukan aktivitas perniagaan.
Aneka makanan manis, makanan gurih, dan makanan-makanan yang menggoyang lidah
didasar para penjual di pasar dadakan seperti itu. di bulan puasa seperti ini,
terdapat pasar kaget, atau pasar tumpah yag ada di jalanan adalah hal yang
biasa. Para ibu rumah tangga yang kesehariannya tidak berjualan, maka di bulan
ramadhan kali ini mereka berperan ganda, yakni sebagai ibu rumah tangga, dan
juga sebagai wirausaha di pasar tumpah. Keberadaan pasar takjil seperti ini
merupakan keberuntungan bagi tiap rumah untuk menambah uang sebelum lebaran.
Bagaimanakah dengan di desa? saya kira tidak beda
jauh. Saat ini semangat untuk berjualan di bulan ramadhan tidak hanya dirayakan
oleh orang-orang kota. orang-orang yang tinggal di desa menjadikan jalanan
kecamatan sebagai pasar takjil. Ramadhan selain menjadi bulan penuh berkah,
juga menjadikan berkah kepada para pedagang takjil di manapun tempatnya, bulan
yang juga menjadi pertanda tigkat konsumsi semakin meningkat. Keberadaan orang
yang perutnya sedang berpuasa, membuat keinginn-keinginan untuk menyantap
makanan yang lezat juga dipengaruhi dari gambar di media sosial maupun iklan di
televisi. Sehingga para pedagangpun juga tidak akan mau ketinggalan dengan
menyajikan berbagai macam varian menu berbuka. Dari mulai yang mengindonesia,
hingga yang berbentuk frencaise.
Setelah membahas mengenai konsumsi pada bulan
ramadhan, baik di desa maupun di kota yang memiliki tingkat yang sama saja.
selanjutnya bagaimana suasana beribadah di bulan ramadhan di desa maupun di
kota? menurut pengalaman saya yang lahir di desa di Jawa Timur tentang puasa di
kota maupun di desa, sebenarnya saya sendiri menilai terdapat perbedaan,
walaupun konsumtifitas di bulan ramadhan sama saja. ketika bulan di desa, dimulai
dari tradisi sahur, mungkin saja di kota juga masih melkukan tradisi keliling
membagunkan orang sahur, namun selama saya berpindah-pindah kota dari Surabaya
ke Jogja, rupanya selama berpuasa di sana, saya tidak menemukan suara
orang-orang yang bergerombol membangunkan sahur. Cerita mengenai waktu saya
kecil di desa kegiatan tersebut membuat saya bangun lebih awal dan ikut
menunggu teman-teman semasa kecil saya untuk berkeliling membangunkan orang
sahur. Kemudian selepas sahur, subuh berkumandang, baik di desa maupun kota,
saya masih mendengarkan orang tadarus. Namun yang menjadi perbedaan adalah,
tadarus di kota dilakukan hanya beberapa orang saja. di desa sebuah tadarus
dilakukan dengan berkelompok, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak, mereka
melanjutkan satu sama lain dari juz –per juz. Kemudian tarawih, shalat sunnah
yang dilakukan setelah isya di bulan ramadhan. Di desa yang saya tinggali sebagian
besar berada di naungan imam syafii. Dalam menjalankannyapun juga berbeda yang
saya rasakan ketika saya pindah di kota. di kota yang saya pernah tinggali,
melakukan ibadah tarawih banyak pilihan ada yang 23 atau 11 rakaat, tinggal
pilih saja mana yang lebih menyenangkan. Sedangkan di desa mayoritas, baik di
mushola maupun di masjid jami’ sekalipun, melakukan 23 rakaat untuk shalat
tarawih. Cara melakukan shalatnya pun
cukup berbeda. Di desa tempat saya tinggal dilakukan per-dua rakaat, dan
terakhir dua plus satu rakaat untuk shalat witir. Disetiap menuju per dua
rakaat terdapat bilal yang menandai per-rakaat untuk tarawih maupun witir. Well,
memang sedikit ngos-ngosan sih ketikan shalat tarawih di desa. berbeda dengan
di kota, tarawih dilakukan per-empat rakaat dan tiga rakaat untuk witir. Tidak terlalu
berat dan ngos-ngosan, dan yang menjadi pembeda dari keduanya, selain mengenai
rakaat, juga bilal.
Selain itu juga tausiyah yang dilakukan setelah
tarawih selesai, dan jeda menunggu dilakukannya shalat witir, hal tersebut bisa
kita jumpai di desa. berbeda ketika saya berada di kota, baik ketika di
Surabaya, Jogja, maupun Depok, imam memberikan tausiyah sebelum berlangsungnya
tarwih. Dan penyampaiannya juga berbeda. Di masjid-masjid yang pernah saya
datangi imam masjid bisa jadi adalah seorang profesor, bisa jadi adalah memang
takmir, bisa jadi adalah mualaf yang kemudian mendalami islam. Well, dari sini
juga berbeda isi dan cara penyampaiannya. Jika di desa yang saya sering dengar
mengenai tentang sholat, zakat, dan puasa, mungkin juga setiap tahunnya
diulang-ulang untuk mengingatkan kita mengenai apakah itu ramadhan? Keutamaan apa
saja? pahala dan ibadah apa saja ketika ramadhan?. Jika di kota, hal-hal
tersebut disampaikan sangat ilmiah, pernah suatu ketika di sebuah masjid di
yogyakarta, seorang dokter ditgasi untuk mnejadi imam sekaligus mneyampaikan
tausiyah saat tarawih, pada saat itu saya paling suka dengan tausiyah yang
digabungkan dengan ilmu kesehatan yang dia miliki. Keutamaan puasa, dan
bagaimana puasa dapat menyehatkan tubuh manusia, selain itu keutamaan air putih
untuk membantu detoksasi saat puasa.
Begitulah pengalaman mengenai puasa di desa atau
kota. keduanya sama-sama menyenangkan, makanan ada di mana-mana, memang
ramadhan adalah momen di mana kita mnegeluarkan isi dompet untuk memenuhi dorongan
perut lapar untuk memilih makananan yang bervariasi. Ada satu hal lagi yang
mungkin belum saya sampaikan mengenai tradisi yang ada di desa, yakni takjil
gratis di setiap masjid-masjid di kota. kalau para jamaah di desa membawa
makanan pada saat pembukaan tarawih pertama sebagai pertanda puasa pertama,
kemudian yang kedua adalah di malam lailatul kadar, di mana malam-malam ganjil,
sedangkan selama satu bulan penuh di masjid-masjid di kot selalu ada nasi kotak
yang siap dibagikan para jamaah. Menyenangkan bukan? J oleh karena itu, bulan ramadhan bulan
dimana setiap pekerjaan dinilai sebagai ibadah karena sedang menjalankan puasa
menahan lapar, pun juga Ramadhan adalah surga bagi perut yang lapar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar