Sabtu, 15 November 2014

Payah dan Menjadi Pecundang

selamat malam, 
setelah 2 minggu yang lalu saya pulang kampung karena ayah saya sakit cukup lama dan saya harus menemani beliau dan memastikan beliau sembuh. hemm setelah dua minggu otak tidak diajak bekerja rasanya seperti pecundang. banyak ketinggalan yang saya lalui. saya harus naik jet super untuk menjemput ketinggalan. adakalanya kita harus merelakan sesuatu yang ketinggalan itu. merelakan orang lain menjadi pemenang. padahal saya adalah orang yang cukup ambisius untuk mewujudkan janji-janji saya kepada orang tua. menjadi penulis!!!!!

beberapa bulan yang lalu saya berhenti dari tempat kerja saya sebagai salah seorang dosen di universitas negri. dan mungkin tahun depan saya pengennya sih dapat pekerjaan di Jogjakarta sebagai dosen honorer tidak apa-apa asalkan saya disini bisa mengejar ketertinggalan saya. ibarat tertidur disebuah goa, bangun tidur tiba-tiba sudah tahun 2014 dan saya masih menggunakan pakaian era 1990-an betapa jauhnya loncatan waktu, dan begitu cepatnya. tujuan saya adalah tetap stay di sini paling tidak saya ambil kursus singkat IELTS dan semoga saja dapat scholarship di luar negri untuk S3. betapa muluk-muluknya mimpi-mipi saya. padahal sehari-harinya tak lain menjadi orang biasa-biasa saja. dimulai bangun pagi dan ibadah. tapi tekat saya sudah bolat. seperti saya memilih memutuskan untuk S2 berarti tidak boleh terputuslah mata rantai dari jenjang pendidikan saya ini.

24-an Adalah Kutukan Bagi si Lajang
 umur memang masih 24 tapi kata orang-orang ini hampir menjadi perawan tua. tapi saya sudah berusaha, kok. mau bagaimana lagi. takdir mengatakan seperti ini. selagi orang-orang seumuran saya sedang menikmati kebahagiaan mereka bersama suami dan anak-anak mereka, mungkin ada baiknya seperti ini saya harus bekerja keras mewujudkan cita-cita seraya menjadi orang yang bermanfaat dalam keilmuan saya. ah mungkin ini adalah pekerjaan yang biasa saja, 

Move On

Minggu, 09 November 2014

Hujan Minggu Malam di Bulan November (Cepen)


9 November 2014
hujan turun pada minggu malam di bulan november. aku masih di luar, disebuah tempat makan,  menyempatkan waktu untuk mengisi perut pada pukul 7 dan tak taumya hujan muncul dengan deras, sekalian sajaberteduh sebentar . nunggu hujan reda..... hemmm... hujan selalu membawaku pada orang-orang di masa lalu, kemudian menyadari pada sekarang ini, aku sedang sendirian menunggu hujan reda. mungkin hujan tak akan secepat siut angin, hujan juga tak akan bim salabim lalu berhenti. hujan selalu meninggalkan rintik sebelum reda, hujan juga meninggalkan tetesan air di atas atap-atap rumah, di atas dedaunan, lalu menyerap kedalam tanah. hujan juga membasahi baju sang gadis. iya, pasti dia kedinginan. kulihat kekasihnya melepas jaketnya lalu memakaikannya kepada sang gadis yang kedinginan. hemm... adegan romantis disaat hujan.
 Anggap saja hari ini adalah hari keberuntungan bagiku, seharian ini aku sedang malas mandi. kemudian lamunanku masih berjalan-jalan, menaiki atap, kemudian terbang bersama partikel-partikel hujan. oya, tau tidak?! aku sedang mendengarkan musik, bukan musik romatis seperti hujan di bulan ini. ini musik yang nge beat. aku sebenarnya sedang mewanti-wanti diriku sendiri untuk tidak menjadi bagian dari rintik hujan. karena jika menjadi hujan, aku harus jatuh dan menjadi satu dengan tanah, begitu menguap ke atas lalu menjadi hujan lagi, itu artinya harus membiarkan diriku jatuh berkali-kali, yang benar saja.

tadinya aku ingin menceritakan tentang lagu  FIFA World Cup 2014, ya benar, lagu world cup ini dulu sering sekali diputar pada saat kejuaraan dunia, di Brazil. memang Uforianya sudah selesai dengan ditandai kemenangan Jerman. ah ya ampun, Club Jerman, tau-tau saya ingat gambar kaos club jerman sedang mendendarai sepeda motor di lampu merah, waktu itu saya sedang berada di kampung halaman saya di Jawa Timur. sedang dalam perjalanan menuju Jombang kalau tidak salah. begitulah orang memakai kaos dan uforia piala dunia sepak bola berada di benak masyarakat. masyarakat yang mana? semua masyarakat!! melampui batas suku, agama, ras, dan status sosial. itulah kehebatan sepak bola. sepak bola mampu menyentuh berbagai kalangan, sepak bola juga ada permainan yang bisa membuat siapa saja senang bila sudah memainkannya.

sebuah nostalgia membawaku pada sebuah mesin waktu, kembali di bulan Mei 2014. bulan kelahiranku, dan waktu itu hanya satu orang yang mengucapkan selamat ulang tahun melalui sms. jarang-jarang orang peduli dengan sms. facebook dan tweeter merajai dunia dan orang-orangnya. mana ada yang peduli dengan sms. apalagi seorang yang rela menghabiskan pulsanya tersedot 500rupiah saja, boro-boro tersedot 500 rupiah untuk sms, bagaimana dengan telpon? orang akan enggan menghabiskan 10 ribu rupiah untuk sekedar bersilaturahmi dengan temannya. watak-watak pelit yang dibentuk oleh media sosial dan kecanggihan media sosial, hehe dalam benakku. sekarang saja mengundang orang dalam acara seremonial hanya melalui undangan facebook, dulu orang menghabiskan berlembare-lembar kertas dengan mengingat-ingat siapa saja nama kerabat yang akan diundang, tapi sekarang cukup membuatnya di dalam facebook tanpa harus mengingat-ingat kembali, orang lebih mudah mengundang orang lain. malah tak sepeser uang pun keluar dari sakunya untuk biaya cetak.. tapi aku tidak se-idealis itu untuk tidak menggunakan smart phone. aku juga masih menggunakannya. hanya saja aku sedang malas menggunakannya. paling mentok alasanku adalah pelayanan provider yang tidak memuaskan. komunikasi macam taik yang akan diciptakan, kita membeli pulsa dengan paket 1 bulan tapi 2 minggu trouble 2 minggunya lancar, jadi kita hanya menggunakan layanan separuhnya. penghisapan yang sia-sia ketika menggunakan smart phone. sayang sekali smart phone ku ngangkrak di meja kamar. upss... terlalu banyak catatan ya di ceritaku ini, aku sampai lupa menceritakan bulan kelahiranku itu, serta siapakah yg mengiriminya. 
               
     "Selamat Ulang Tahun, semoga tercapai cita-citanya, sekolah ke Jerman, menerbitkan buku, dan sukses tesisnya" 18 Mei 2014

ini adalah sms dari seorang yang aku kenal disebuah Cafe dia adalah temannya temanku. walaupun pada akhirnya aku menjalin hubungan singkat dengannya waktu itu namun hubungan kami tidak ada yang berkesan kecuali sms ini saja yang masih berkesan. alah, mungkin aku saja yang terlau mengingat-ngingat asmara yang tak sukses ini. 

setelah menjalin hubungan dengan seorang aktivis depresi seperti dia, oh sorry aku menamainya seperti itu. tapi sepertinya melebelkannya seperti itu juga sah-sah aja. ini dunia ku, dan ini bahasa yang hidup didalam duniaku. kalau menurut orang bahasa dibentuk secara komunal, melalui interaksi satu sama lain, kenapa orang melupakan dirinya yang ada dan dirinya yang tidak ada. diri yang tidak ada adalah alam pikiran yang menyatu pada sebuah ide, melalui syaraf-syaraf otak lalu menggerakan kai, tangan dan otot-otot. dan sejak saat itu aku memilih sendirian seperti duduk disebuah Cafe lalu hujan-pun turun tak berhenti turun lalu membuat bunyi-bunyian terhempas dari genteng lalu turun meresap ke dalam tanah, kemudian mengisi dalam minggu malam yang kosong.

siapa juga yang mau berebut tulang ikan. kalau mau yang mau hanyalah kucing kampung saja yang doyan. ini bukan masalah "hello selama ini lu gak pernah sadar ya kalau dia tulang ikan?" bukan begitu, kan benar love is blind... cinta itu seperti pelet tanpa dukun. bisa jadi sekarang kita cinta mati dengan manusia tulang ikan, dan bisa saja kita sadar kalau kita sedang mencintai tulang ikan. ah sudahlah, terlalu banyak ngomongin tulang ikan itu nanti rusak otakmu.

hujan sudah mulai reda, sepertinya pulang sekarang tidak akan kuyup basah walaupun masih rintik airnya.